Wednesday, May 7, 2014

Ketika Aku Merasa Berjuang Sendirian

Untuk membuktikan kumampu jadi yang terbaik
dan masih jadi yang terbaik …

Adakalanya dalam proses mencapai tujuanku, aku berjuang bersama orang-orang lain. Mereka bisa menjadi kawan seperjuanganku, tapi tidak menutup kemungkinan mereka adalah lawanku. Namun yang ingin kuceritakan disini mengenai bagaimana orang-orang lain selain kawan seperjuangan maupun lawanku bersikap terhadapku…

Dalam berjuang, aku pernah menjadi pihak ‘yang terbelakang’, maksudku aku menjadi orang yang tidak pernah diharapkan orang lain untuk menang dalam suatu peperangan, bahkan kadang aku merasa mereka tidak mengharapkan aku untuk ikut berperang. Entah mengapa, kala itu aku merasa bahwa mereka meragukan kemampuanku, menganggap aku tak bisa. Meskipun berjuang bersama orang lain, aku merasa seperti berjuang seorang diri. Beberapa kali aku menjadi lemah dibuatnya dan ikut menjatuhkan diriku sendiri. Tapi ada saat-saat tertentu dimana aku berhasil membangkitkan kembali nyawaku sendiri, membangun kembali kepingan-kepingan semangat yang tersisa dan berusaha berlari menuju tujuanku dengan sisa tenaga yang ada. Aku berniat untuk menjadikan keraguan mereka sebagai batu loncatan. Agar mereka tidak lagi meremehkanku melainkan menjadi yakin terhadap potensi yang kumiliki, karena aku sendiri yakin bahwa talenta ini adalah salah satu pemberian terindah Tuhan untukku…

Hidupku itu adalah aku
bukan kamu dan ragumu
jangan sama-samakan ku…

Ya, aku benci menjadi orang yang tak dianggap. Kemudian aku bermimpi menjadi orang yang ‘paling’ mereka harapkan, aku bertekad untuk membuat mereka ‘berharap banyak’ padaku. Dan ketika mimpi itu menjadi nyata …

Aku tahu aku harus merasa senang dan aku memang merasa senang sekali ketika hal itu terjadi :) Namun hal itu tidak berlangsung lama, aku masih harus berjuang. Perjuanganku masih sangat panjang. Pada awalnya aku merasa sangat didukung oleh mereka, tapi waktu terus berjalan, semakin lama aku merasa semakin risih. Mereka berharap terlalu banyak. Mereka berharap banyak sekali tanpa melakukan apapun untukku, lalu egoku bertanya, “apakah mereka layak berharap padaku tanpa melakukan sesuatu pun untuk mewujudkan harapan mereka?”. Maksudku, misalnya mereka berkata seperti ini, “tary nanti harus bisa meraih ini” atau apapun dengan menyertakan kata ‘harus’. Egoku tak bisa diam dan terus-terusan bertanya, “apakah kewajibanku memenuhi harapanmu? Itu adalah harapanmu, jadi bukankah menjadikan ‘keharusan’ itu nyata menjadi kewajibanmu?”. Mereka terus-terusan mengharapkanku, tapi mereka lupa untuk mendukungku, lupa untuk mendoakanku, dan lupa untuk membimbingku dalam mewujudkan harapan mereka. Mereka cuma berharap tok!

Di saat-saat seperti itu, ada bagian dari dalam diriku yang sangat ingin dimengerti. Perlahan aku merasa harapan mereka menjadi beban yang mulai terasa berat. Aku tahu ini adalah pikiran yang salah karena sebelumnya ini adalah mimpiku, ini adalah tekadku, jadi aku harus bertanggung jawab terhadap resiko-resiko seperti ini. Aku pun larut dalam rumitnya pikiranku. Mereka ada bersamaku dan mengharapkanku, aku bersama banyak orang dalam perjuanganku. Tapi tetap saja aku merasa sendiri. Sepi sekali. Ada titik dimana aku tak lagi kuat dan menangis. Menangis dalam doaku, menangis dalam tidurku. Kemudian aku berpikir bahwa ketika semua orang berharap padaku, itu bukan salah mereka, toh sebelumnya ini adalah keinginanku. Aku pernah bertekad untuk menjadikan diriku harapan mereka. Ini tanggungjawab yang perlu kujalani. Aku punya satu kekuatan yang tak tertandingkan, Yesus. Percaya atau tidak, tapi disaat-saat terendah dalam hidupku Dia masih mau menerimaku, bahkan setelah aku pernah melupakan-Nya ketika aku berada pada posisi yang cukup tinggi untuk menikmati kenikmatan duniawi. Tuhanlah tumpuan harapanku dan aku tahu aku tidak pernah berjalan sendirian…

Sometimes I feel like giving up
It seems like my best just ain’t good enough…

Pernah juga kualami keadaaan dimana mereka berharap banyak dan aku tidak berhasil memenuhi ekspektasi mereka. Kepercayaan mereka terhadap kemampuanku lalu mulai memudar. Mereka mulai mencari orang lain untuk dijadikan harapan. Perlahan aku seperti kembali ke masa-masa dimana aku menjadi orang yang tidak diharapkan. Situasi yang tidak pernah kusukai. Sebenarnya, jika aku ditanya ingin menjadi orang yang tidak dianggap atau orang yang dijadikan tumpuan harapan, aku belum bisa menjawab. Aku sendiri masih bingung…

Jujur, aku tidak menyukai kedua situasi ekstrim dalam hidup itu… Tapi meskipun tak suka aku tetap akan berjuang. Berjuang dalam hidupku…


flo